Al Hasib - Yayasan Bina Amal Semarang

Al Hasib – Yayasan Bina Amal Semarang

“Timbanglah dirimu sebelum ditimbang, dan adakah perhitungan bagi dirimu sebelum diperhitungkan, dan bersiap-siaplah kamu untuk menghadapi persidangan yang besar. Saat itu, tidak akan tersembunyi darimu sesuatu yang sangat samar sekali pun.” (Umar bin Khathab ra.)

“Siapa menghitung perkataannya dibanding amalnya, dia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat.” (Al-Hafidz Ibnu Rajab, Jâmi’ul ‘Ulum wal Hikam)

Allah adalah Zat Yang Maha Memberi dan Maha Memperhitungkan. Kedua sifat ini tercakup ke dalam asma’ Allah Al-Hasîb. Secara kebahasaan, kata Al-Hasîb terambil dari akar kata ha, sîn dan ba’, yang memiliki empat makna, yaitu menghitung, mencukupkan, bantalan kecil, dan penyakit yang menimpa kulit sehingga memutih. Dua makna pertama, menghitung dan mencukupkan bisa dinisbatkan sebagai nama dan sifat Allah.

Dengan memperkenalkan nama-Nya sebagai Al-Hasîb, Allah Ta’ala menegaskan bahwa apapun yang menjadi kebutuhan makhluk pasti akan dicukupi. “Dan tidak ada satu pun makhluk melata di bumi, melainkan Allah telah menjatah rezekinya,” demikian Allah Ta’ala berfirman dalam QS Hûd, 11:6. ”Sungguh, nikmat yang Allah berikan sangat banyak macamnya dan tidak terhitung jumlahnya.” (QS An-Nahl, 16:18)

Walau demikian, karena keadilan-Nya, Dia menuntut pertanggungjawaban manusia atas nikmat-nikmat tersebut. Di sinilah kita temukan sifat Allah sebagai Al-Hasîb; sebagai Zat Yang Membuat Perhitungan. Dia akan memperhitungkan seluruh perbuatan manusia, sekecil apapun. Perbuatan baik dibalas dengan kebaikan (surga). Adapun perbuatan buruk dibalas dengan keburukan (neraka).

Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Abdurrahim Al-Qasim AlQusyairi rahimahullâh. Beliau mengatakan, “Al-Hasîb berarti yang menghisab setiap kelompok manusia sesuai bagiannya. Kaum kafir dihisab sesuai dengan diri mereka, kemudian ditetapkan kepadanya neraka dan mereka pun akan masuk ke dalamnya. Adapun ahl kamâl (orang yang sempurna amalnya) akan dihisab untuk diperlihatkan keutamaan mereka di hadapan para saksi dan seluruh kaum Mukmin. Allah kemudian memberi mereka rahmat dan mengampuni segala dosanya.” (Ibnu Ajibah Al-Husaini, Asmâul Husna)

Spirit Al-Hasib: Rajin Menghitung dan Mengevaluasi Diri

Salah satu bentuk peneladanan terhadap asma Allah Al-Hasîb adalah banyak-banyak menghitung dan mengevaluasi diri. Hitunglah, evaluasilah sejauh mana ketaatan kita kepada Allah, kedekatan kita kepada-Nya, mana yang lebih banyak kita lakukan, ketaatankah atau kemaksiatan. Seringseringlah melihat ke dalam diri dan bertanya, siapakah yang lebih banyak kita ingat dan kita pikirkan. Belajarlah menamalkan “ilmu bungkus”. Setiap ingat sesuatu yang bersifat duniawi, segera bungkus ingatan atau pikiran tentangnya dan serahkan kepada Allah.

Serahkan dan sandarkan apa yang kita miliki atau apa yang kita ingatingat dari urusan duniawi itu kepada Allah dengan sebagai Zat Yang Maha Memiliki segalanya. Yakinilah bahwa apapun yang kita miliki, apapun hasil kerja keras kita, itu semua adalah pemberian dari Allah. Itu semua hanyalah titipan Allah.Saudaraku, mengevaluasi diri adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan seorang Mukmin. Allah ile berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al-Hasyr, 59:18)

Imam Ibnu Katsir menerangkan bahwa yang dimaksud dengan “hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)” adalah bahwa hendaknya kita memeriksa, menilai dan mengevaluasi diri sebelum nanti dievaluasi pada pengadilan Allah di akhirat kelak.

Ayat ini mengingatkan kita untuk tidak pernah jemu memeriksa hati agar senantiasa terkoneksi kuat dengan Allah ile Kita tidak memungkiri bahwa bahwa manusia itu teramat lemah sehingga sangat mudah terkecoh tipu daya setan. Saat diri sudah terpedaya, hati pun akan berpaling dari Allah sehingga fokusnya hanya pada urusan duniawi semata.

Mengevaluasi diri juga penting untuk memeriksa bagaimana perbuatan kita kepada orang lain. Boleh jadi ada perbuatan-perbuatan kita yang menyinggung atau menyakiti, baik disadari maupun tidak. Hal ini penting bagi kita karena perbuatan baik maupun buruk akan kembali kepada kita sebagai pelakunya. Dan, setiap kali ingat akan keburukan, segeralah memohon ampun kepada Allah dengan dan mohonlah maaf kepada orang yang mungkin tersinggung oleh kita.

Demikianlah pentingnya mengevaluasi diri agar kita senantiasa ingat kepada Allah dan mampu untuk terus memperbaiki diri. Semoga kita termasuk ke dalam golongan hamba Allah yang gemar mengevaluasi diri.

Mutiara Kisah

Dari Jabir bin Abdullah ra. bahwa Rasulullah menyeleng keluar menuju kami, lalu beliau bersabda, “Baru saja kekasihku Jibril as. keluar dariku dia memberitahu, “Wahai Muhammad, Demi Zat yang mengutusmu dengan kebenaran. Sesungguhnya Allah memiliki seorang hamba di antara sekian banyak hamba-Nya yang melakukan ibadah kepada-Nya selama 500 tahun. Dia hidup di puncak gunung yang berada di tengah laut. Lebarnya 30 hasta dan panjangnya 30 hasta juga. Sedangkan jarak lautan tersebut dari masing-masing arah mata angin sepanjang 4000 farsakh. Allah mengeluarkan mata air di puncak gunung itu hanya seukuran jari, airnya sangat segar mengalir sedikit demi sedikit sehingga menggenang di bawah kaki gunung

Allah juga menumbuhkan pohon delima, yang setiap malam mengeluarkan satu buah delima matang untuk dimakan pada siang hari. Jika hari menjelang petang, hamba itu turun ke bawah mengambil air wudhu sambil memetik buah delima untuk dimakan. Kemudian mengerjakan shalat. Dia berdoa kepada Allah Ta’ala jika waktu ajal tiba agar dia diwafatkan dalam keadaan bersujud, dan mohon agar jangan sampai jasadnya rusak dimakan tanah atau lainnya sehingga dia dibangkitkan dalam keadaan bersujud juga.

Demikianlah kami dapati, jika kami lewat dihadapannya ketika kami menuruni dan mendaki gunung tersebut.

Selanjutnya, ketika dia dibangkitkan pada Hari Kiamat dia dihadapkan di depan Allah Ta’ala, lalu Allah berfirman, Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga karena rahmat-Ku? Hamba itu membantah, “Ya Rabbi, aku masuk surga karena perbuatanku.

Allah Ta’ala berfirman, ‘Masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga karena rahmat-Ku? Hamba tersebut membantah lagi, “Ya Rabbi, masukkan aku ke surga karena amalku.

Kemudian Allah Ta’ala memerintah para malaikat, Cobalah kalian timbang, lebih berat mana antara kenikmatan yang Aku berikan kepadanya dengan amal perbuatannya?

Maka dia dapati bahwa kenikmatan penglihatan yang dimilikinya lebih berat dibanding dengan ibadahnya selama 500 tahun, belum lagi kenikmatan anggota tubuh yang lain. Allah Ta’ala berfirman, “Sekarang masukkanlah hamba-Ku ini ke neraka! Kemudian dia diseret ke dalam api neraka. Hamba itu lalu berkata, ‘Ya Rabbi, benar aku masuk surga hanya karena rahmat-Mu, masukkanlah aku ke dalam surga-Mu?

Allah Ta’ala berfirman, “Kembalikanlah dia?

Kemudian dia dihadapkan lagi di depan Allah Ta’ala, Allah Ta’ala bertanya kepadanya, “Wahai hamba-Ku, siapakah yang menciptakanmu ketika kamu belum menjadi apa-apa?’

Hamba tersebut menjawab, “Engkau, wahai Tuhanku?

Allah bertanya lagi, ‘Yang demikian itu karena keinginanmu sendiri atau berkat rahmat-Ku?’

Dia menjawab, ‘Semata-mata karena rahmat-Mu.

Allah bertanya, ‘Siapakah yang memberi kekuatan kepadamu sehingga kamu mampu mengerjakan ibadah selama 500 tahun?’

Dia menjawab, ‘Engkau Ya Rabbi.

Allah bertanya, “Siapakah yang menempatkanmu berada di gunung dikelilingi ombak laut, kemudian mengalirkan untukmu air segar di tengah-tengah laut yang airnya asin, lalu setiap malam memberimu buah delima yang seharusnya berbuah hanya satu tahun sekali? Di samping itu semua, kamu mohon kepada-Ku agar Aku mencabut nyawamu ketika kamu bersujud, dan aku telah memenuhi permintaanmu!

Hamba itu menjawab, “Engkau ya Rabbi.

Allah Ta’ala berfirman, “Itu semua berkat rahmat-Ku. Dan hanya dengan rahmat-Ku pula Aku memasukkanmu ke dalam surga. Sekarang masukkanlah hamba-Ku ini ke dalam surga! Hamba-Ku yang paling banyak memperoleh kenikmatan adalah kamu wahai hamba-Ku. Kemudian Allah Ta’ala memasukkanya ke dalam surga!

Jibril as. melanjutkan, “Wahai Muhammad, sesungguhnya segala sesuatu itu terjadi hanya berkat rahmat Allah Ta’ala.” (HR Hakim, 4/250)

Tips Meneladani Al-Hasib

Jadilah orang dermawan, suka membantu, dan berusaha memberi manfaat bagi sebanyak mungkin orang. Rasulullah itu mengungkapkan bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.

Yakinilah bahwa segala sesuatu sudah ada dalam perhitungan Allah Al-Hasîb. Keyakinan ini akan menjauhkan kita dari sikap putus asa, malas, dan mengkufuri nikmat-nikmat dari-Nya.

Tanamkan sikap mawas diri, berhati-hati, dan selalu menghitung setiap hal yang kita perbuat. Pertimbangkan dengan matang, apakah perbuatan tersebut membawa manfaat atau tidak; disukai Allah atau tidak; merugikan yang lain atau tidak.

Doa



Rabbanaghfir lî wa liwâlidayya wa lil-mu’minîna yauma yaqûmul-hisâb.

“Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang Mukmin pada hari terjadinya hisab (Hari Perhitungan).” (QS Ibrahim, 14:41)

Percikan Hikmah

Allah Azza wa Jalla berfirman, ”Sesungguhnya, orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (untuk berbuat dosa) dari setan, mereka segera mengingat Allah, maka ketika itu pula mereka melihat (kesalahannya)” (QS Al-A’râf, 7:201). Maka, Imam Hasan Al-Bashri pun berkata, “Seorang hamba akan berada dalam kebaikan selama dia masih mampu menasihati dirinya sendiri dan selalu menghisab (menghitunghitung) dirinya sendiri.” Yayasan Bina Amal Semarang

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *