Al Karim - Yayasan Bina Amal Semarang

Al Karim – Yayasan Bina Amal Semarang

“Ada empat hal yang dapat mengangkat seseorang kepada derajat tertinggi walaupun amal dan ibadahnya sedikit, yaitu sifat penyantun, rendah hati, pemurah, dan budi pekerti yang baik.” (Abul Qasim Al-Junaid)

Ada seorang Majusi yang ingin diundang makan malam oleh Nabi Ibrahim Al-Khalil. Sebelum menerima, beliau mengajukan syarat, “Jika kamu tunduk kepada Allah, aku mau mengundangmu sebagai tamuku”. Karena tidak setuju dengan syarat itu, orang itu pun pergi.

Tidak lama kemudian Allah Ta’ala berfirman, “Hai Ibrahim, engkau tidak mau memberi makan orang ini sampai dia meninggalkan agamanya! Aku telah memberinya makan selama puluhan tahun meski dia tidak beriman. Andaikan kamu memberinya makanan malam ini dan tidak menyerangnya, apakah kamu akan rugi?”

Setelah turun wahyu itu, Nabi Ibrahim mencari si Majusi dan mengundangnya makan malam. Orang itu kemudian menanyakan mengapa Ibrahim berubah pikiran. Beliau pun menceritakan apa yang terjadi. Dengan penuh takjub orang ateis itu berkata, “Jika Tuhanmu begitu dermawan kepadaku, terimalah aku ke dalam agamamu!” (Dinukil dari Jamharatul Auliya’, As-Sayyid Mahmud Abul Faidh Al-Husaini)

Memaknai Asma’ Allah Al-Karîm

Allah Ta’ala adalah Zat Yang Mahadermawan. Ini sesuai dengan nama-Nya, yaitu Allah Al-Karim. Menurut Imam Al-Ghazali, Al-Karîm adalah sifat memaafkan walau Dia memiliki kekuasaan untuk membalas. Al-Karim adalah Dia yang apabila berjanji, menepati janji-Nya; apabila memberi, melampaui batas harapan pengharap-Nya, dan tidak peduli berapa dan kepada siapa Dia memberi. Dia yang tidak rela apabila ada kebutuhan yang dimohonkan kepada selain-Nya. Dia yang tidak mengabaikan siapa pun yang menuju dan berlindung kepada-Nya, dan tidak membutuhkan sarana atau perantara.

Ketika sifat kedermawanan itu tertuju kepada seorang hamba, Allah Azza wa Jalla akan melimpahi hamba tersebut dengan sesuatu yang tidak melampaui batas. Sesungguhnya, kedermawanan Allah adalah kedermawanan hakiki yang tidak mungkin dimiliki siapapun. Kedermawanan Allah menyentuh semua makhluk, sesuai dengan ukurannya masing-masing, tidak berlebih dan tidak pula kurang. Kedermawanan Allah pun tidak terhalang apakah orang yang diberiNya itu beriman atau tidak. Allah akan tetap memberi walau semua makhluk mengingkarinya.

“Al-Karîm adalah Dia yang memaafkan walau Dia kuasa untuk menghukum, yang menepati janji-Nya apabila Dia berjanji, yang melampaui batas pengharapan hamba-Nya apabila memberi, yang tidak mempedulikan berapa dan kepada siapa Dia memberi, yang tidak ridha apabila ada kebutuhan dimohonkan kepada selain-Nya, yang mencela apabila Dia dijauhi, yang tidak mengabaikan orang yang menuju dan berlindung kepada-Nya, dan yang tidak membutuhkan sarana dan perantara” demikian tulisan Ibnu Ajibah Al-Husaini dalam bukunya.

Maka, sesempurna apapun akhlak Nabi Ibrahim Al-Khâlil, akan tetapi kedermawanannya tidak mampu menyentuh semua makhluk. Terkadang, kedermawanan beliau masih terhalang perasaan suka dan tidak suka, sebagaimana terungkap pada kisah di awal.

Menurut sebagian ulama, kata Al-Karîm dalam Al-Quran ada yang dikaitkan dengan nama Allah lainnya, yaitu Al-Ghaniy (Allah Yang Mahakaya). “Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang ingkar (kufur), maka sesungguhnya Tuhanku Ghaniyun Karîm (Mahakaya lagi Mahadermawan).” (QS An-Naml, 27:40). Ayat ini dikemukakan dalam konteks kecaman terhadap orang-orang kafir yang tidak mensyukuri nikmat dari-Nya, baik nikmat biasa maupun nikmat yang luar biasa. Ayat ini pun mengisyaratkan bahwa kedermawanan Allah pun tetap tercurah kepada orang kafir. Allah mencurahkan sikap Pemurah-Nya tanpa peduli “berapa dan kepada siapa Dia memberi!”

Spirit Al-Karîm: Meyakini bahwa Allah-lah Pemberi Terbaik

Manusia sempurna adalah manusia yang “Karîm”; yang mulia, pemurah, lagi berbudi pekerti luhur. Artinya, siapapun yang meneladani sifat ini, bukan hanya dituntut untuk menekan kekikiran yang menyelimuti jiwanya, sehingga dia menjadi peramah dan pemurah. Namun, dia pun dituntut untuk menghiasi dirinya dengan simpul-simpul ketakwaan. Sebab, al-karâm yang berarti “meraih puncak dalam berbagai aspeknya” adalah yang paling bertakwa.

Untuk meraih tingkatan itu, seseorang dituntut untuk meneladani Allah Al-Karîm dalam hidupnya, yaitu dengan menanamkan keyakinan di dalam dirinya bahwa Allah-lah Pemberi terbaik, sehingga segala permintaan hanya ditujukan kepada-Nya. dia sangat yakin bahwa Allah akan mengabulkan permohonan hamba-hamba-Nya, sebagaimana disabdakan Rasulullah ”Sesungguhnya, Allah itu Mahahidup lagi Mahadermawan, Dia malu kepada hamba-Nya yang menengadahkan tangan meminta kepada-Nya, tanpa meletakkan kebaikan dalam tangan hamba-Nya itu” (HR Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)

Dia pun yakin bahwa Allah tidak akan pernah memutuskan harapan hamba-hamba-Nya yang serius mendekat dan memohon kepadaNya. “Jangan palingkan harapanmu selain dari Allah, karena yang Mahadermawan tidak akan pernah memupus harapanmu” Oleh karena itu, lanjut Ibnu Atha’illah, “Jangan mencoba menyampaikan hajatmu kepada selain Allah. Dia adalah Zat yang mengabulkan hajatmu, tidak mungkin hajat terkabul selain-Nya. Sebab, Dia adalah Pemilik dan Pengatur semua hajat manusia. Sesungguhnya, tidak akan ada seorang pun yang mampu melenyapkan keperluan untuk dirinya. Maka, bagaimana mungkin dia akan mampu memenuhi kebutuhan orang lain?”

Ada kisah menarik tentang seorang ibu berusia tujuh puluh satu tahun. Ketika ibu ini berusia empat puluh lima tahun, suaminya meninggal dunia dengan meninggalkan delapan orang anak. Tujuh tahun sebelum wafat, suaminya itu sudah jatuh sakit. Bayangkan, betapa rezeki ibu tersebut bersama anak-anaknya dan juga suaminya beres, tercukupi. Demikian juga ketika suaminya telah tiada. Tinggallah dia bersama delapan anaknya, belum ditambah dengan kehadiran cucu-cucunya. Dari manakah rezeki mereka? Sungguh, Allah Ta’ala yang telah mencukupkan rezeki mereka.

Ada lagi, seorang ibu yang suaminya meninggal dunia dengan meninggalkan anak yang banyak. Sementara, sang suami tidak meninggalkan harta kekayaan yang banyak. Ketika ada seseorang yang prihatin melihat ibu itu dan bertanya kepadanya bagaimanakah dia akan menghadapi hidup setelah suaminya meninggal dunia, bagaimanakah dia menghidupi anak-anaknya. Ibu itu menjawab, “Suami saya bukanlah pemberi rezeki. Suami saya hanya perantara rezeki. Bahkan, suami saya pun pemakan rezeki, sama seperti saya. Bukankah Allah ile adalah penjamin rezeki kita? Suami saya memang sudah tiada. Tapi, Allah akan selalu ada” Mâsya Allâh!

Spirit Al-Karim: Menjadi Seorang Dermawan

Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa orang dermawan itu dekat dengan manusia, dekat dengan Allah, dan dekat dengan surga. Adapun orang bakhil, kikir, lagi gemar menahan hartanya, akan jauh dari manusia, jauh dari Allah, dan dekat dengan neraka. Oleh karena itu, tanpa kedermawanan, ibadah-ibadah ritual yang kita lakukan; shalat, shaum,ibadah haji, membaca Al-Quran, berzikir, akan sulit membawa kita dekat dengan-Nya. Sebaliknya, dengan kebakhilan yang diperturutkan, ibadah yang dilakukan seseorang justru akan semakin menjauhkan dirinya dari Allah.

Ada satu kisah tentang keutamaan seorang dermawan. Usai peperangan, dihadapkan kepada Rasulullah satu seorang tahanan Yahudi. Karena perbuatannya, dia pun dijatuhi hukuman mati. Saat hendak dilakukan eksekusi, Malaikat Jibril datang kepada Rasulullah menghina untuk menyampaikan perintah dari Allah Ta’ala. “Wahai Muhammad, Tuhanmu menyampaikan salam kepadamu. Dia berfirman, ‘Jangan bunuh dia. Tawanan ini berakhlak sangat baik, dan sangat dermawan di tengah tengah kaumnya. Dia senang memberikan makanan, menjamu tamu, dan sabar dalam menerima cobaan.”

Setelah itu, Rasulullah bertanya kepada Yahudi itu, ”Baru saja Jibril menyampaikan kepadaku dari Allah begini dan begini. Aku bebaskan engkau sekarang.”

Tawanan itu bertanya, “Apakah Tuhanmu mencintai perbuatanku itu?” Nabi menjawab, “Betul”.

Yahudi itu pun berujar, “Demi Allah, sejak saat ini, aku tidak akan menolak seorang pun yang meminta tolong kepadaku.”

Jika orang kafir saja mendapat kemuliaan dari kedermawanan yang dilakukannya, apalagi seorang Muslim yang senantiasa bertaqarrub kepada Allah lewat amal-amal ritualnya. Maka, jangan heran apabila kedermawanan akan mempercepat seseorang untuk menggapai derajat yang tinggi di hadapan Allah Al-Karîm. Hal ini sebagaimana dikatakan Abul Qasim Al-Junaid, ”Ada empat hal yang dapat mengangkat seseorang kepada derajat tertinggi walaupun amal dan ibadahnya sedikit, yaitu sifat penyantun, rendah hati, pemurah, dan budi pekerti yang baik? Mengapa? Sebab, Allah Yang Mahadermawan, sangat mencintai orang-orang yang mendekat kepadanya dengan berkhidmat dan memberi kepada sesamanya.

Spirit Al-Karîm: Tiada Hari Tanpa Bersedekah

Salah satu bentuk kedermawanan seorang hamba adalah kegemarannya dalam bersedekah. Bahkan, tiada hari tanpa bersedekah, entah itu dengan harta, dengan ilmu, dengan bantuan fisik, atau sekadar menebar senyum penuh keikhlasan. Bagaimana tidak gemar bersedekah, seorang yang benar-benar memahami Allah Al-Karim akan merasakan bagaimana dahsyat dan bermanfaatnya sedekah, baik bagi diri, agama, maupun bagi orang yang menerimanya. Dia pun sangat memahami bahwa Allah Al-Karîm tiada pernah menghentikan pemberian-Nya kepada seluruh makhluk-Nya. Setiap makhluk tercukupi keperluannya. Maka, dia pun termotivasi untuk bersikap murah hati, mudah memberi, gemar berbagi dengan sesama, atau mengeluarkan harta demi kepentingan agama.

Lalu, apa saja manfaat sedekah yang menjadikan seorang Mukmin sangat termotivasi untuk mendapatkannya? Ada banyak sekali, beberapa di antaranya dapat disebutkan di sini.

Pertama, sedekah dapat melapangkan jalan ke surga.

Dengan izin Allah Azza wa Jalla, ada banyak amal yang dapat mengantarkan seorang hamba meraih surga. Salah satunya adalah bersedekah atau membelanjakan harta terbaiknya di jalan Allah. Siapa yang melakukannya dengan sepenuh keikhlasan, niscaya pintu surga akan Allah Ta’ala bukakan untuknya.

Ketika turun ayat, “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak, (yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang Mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka), “Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak (QS Al-Hadîd, 57:11-12), Abu Dahdah Al-Anshari berkata kepada Rasulullah “Wahai Rasulullah, Allah menginginkan pinjaman dari kami?”

Nabi dan menjawab, “Benar, wahai Abu Dahdah.”

Dia kemudian berkata, “Perlihatkanlah kepadaku tanganmu ya Rasulullah.”

Nabiyallah kemudian mengulurkan tangan kepadanya. Abu Dahdah pun berkata, “Sesungguhnya aku telah meminjamkan kebunku kepada Rabbku.”

Ketika itu kebun yang menjadi miliknya yang memiliki 600 pohon kurma sedangkan Ummu Dahdah dan keluarganya berada di sana. Kemudian, Abu Dahdah datang dan menyeru, “Hai Ummu Dahdah!”

Lalu dijawabnya,”lya.”

Abu Dadhah berkata, “Keluarlah kamu dari sana karena aku telah meminjamkannya kepada Tuhanku.”

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ummu Dadhah berkata, “Kalau begitu perniagaanmu ini akan beruntung, wahai Abu Dahdah” Dia pun bersegera memindahkan barang-barang dan anak-anaknya yang masih kecil dari sana.

Kala melihat hal tersebut, Rasulullah pun bersabda, “Betapa banyaknya tandan anggur dan wangi-wangian yang disediakan Allah untuk Abu Dahdah di surga.’ Dalam redaksi lain disebutkan, “Betapa banyaknya pohon kurma nan rindang ditaburi permata dan mutiara yang disediakan untuk Abu Dahdah di dalam surga.”

Demikian keistimewaan yang Allah Ta’ala berikan ke ada siapa pun yang mendermakan harta terbaiknya di jalan Allah, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud ra. dan dinukilkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya.

Kedua, sedekah dapat menolak bala bencana.

Saudaraku, Sedekah itu bisa memindahkan seseorang yang akan mendapat takdir musibah, kepada takdir keselamatan. Kita memang tidak pernah tahu kapan musibah akan menimpa kita. Akan tetapi, sebenarnya kita bisa melakukan tindakan pencegahan yaitu dengan bersedekah sebelum melakukan aktifitas, misalnya bersedekah sebelum berangkat kerja atau sebelum berangkat sekolah.

Ada seseorang yang terbiasa memberikan sedekah setiap kali dia hendak akan berangkat kerja. Dia melakukan hal itu karena yakin pada manfaat sedekah yang bisa menghindarkan bala. Suatu ketika, orang ini ingin mencoba apa yang akan terjadi seandainya dia tidak bersedekah seperti biasanya. Tanpa dia duga, saat berkendara di jalan raya, dia memasuki jalan yang dilarang untuk dimasuki. Anehnya, dia tidak melihat rambu lalu lintas yang sebenarnya ada di permulaan jalan tersebut. Akhirnya, dia pun harus berurusan dengan petugas lalu lintas.

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan bahwa salah satu manfaat sedekah adalah bisa menghindarkan seseorang dari musibah. Menurut beliau, hal ini tidak hanya berlaku bagi orang yang memiliki keimanan kuat saja, hal ini berlaku juga untuk pelaku kemaksiatan yang bersedekah. Bahkan, hal ini berlaku pula untuk orang-orang yang tidak yakin kepada Allah apabila dia gemar bersedekah.

Ketiga, sedekah akan menggembirakan sesama.

Sedekah adalah perbuatan yang sangat disukai oleh Allah. Bagaimana tidak, ketika seseorang mengeluarkan sedekah, dia akan membuat orang lain yang mendapatkan sedekah itu menjadi senang dan gembira. Ketika kita diberi sesuatu yang menggembirakan kita, kita tentu akan merasa senang. Akan tetapi pada hakikatnya, ada yang jauh lebih merasa senang dibandingkan kita. Siapakah? Dia adalah orang yang memberi kepada kita.

Adapun orang yang jauh lebih senang lagi adalah orang yang ketika memberi atau bersedekah dengan tangan kanannya, tangan kirinya tidak mengetahui. Maksudnya adalah bahwa ketika kita bisa berderma, memberi, bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, Allah akan melimpahkan rasa kebahagiaan dan rasa lega di dalam hati kita. Rasa bahagia yang sangat besar dan tiada bisa diukur dengan imbalan berapapun atau sanjungan setinggi apapun.

Demikianlah orang yang memberi dengan rasa ikhlas. Berbeda jauh dengan orang yang memberi dengan rasa tidak ikhlas. Orang yang tidak ikhlas itu jika dipuji maka dia akan semangat, jika tidak dipuji maka dia tidak semangat, dan apabila dimaki maka dia akan patah semangat.

Orang yang berderma, bersedekah, memberi dengan rasa ikhlas itu akan mendapat kebahagiaan sedemikian besar di dalam hatinya. Allah  makan langsung memberikan apresiasi kepada dirinya, langsung ke dalam hatinya. Hatinya pun seketika itu terasa lapang, lega, nyaman dan tenang. Ini adalah karunia yang sangat berharga dan tidak bisa terukur dengan uang atau pujian manusia.

Apabila Allah dites sudah memberikan penghargaan dan pujian-Nya kepada hati kita, hati pun seketika itu akan terhindar dari rasa takut, gelisah, khawatir. Kita tidak akan merasa takut terhadap cibiran, omongan, dan hinaan orang lain kepada diri kita. Tidak ada rasa khawatir akan diturunkan jabatan, tidak takut akan dikurangi gaji, tidak takut ada pihak yang mempermalukan. Segala perasaan negatif itu sirna. Perasaan yang tersisa hanyalah ketenangan, ketenteraman dan keyakinan yang semakin kuat kepada Allah.

Keempat, sedekah akan memberkahkan dan mencukupkan rezeki.

Allah Ta’ala berfirman, “Katakanlah, “Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi siapa yang dikehendaki-Nya)”. Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang sebaik-baiknya” (QS Saba 34:39)

Saudaraku, dengan gemar bersedekah, Allah akan memberikan kita ketenangan dan kecukupan pada harta kita. Semakin sering kita bersedekah, semakin tenang hidup kita dan semakin terjamin rezeki kita. Harta kita pun tidak akan berkurang karena kita melakukan sedekah. Apalagi jika kita gemar memberikan sedekah setiap ba’da shalat Shubuh. Dalam salah satu hadisnya, Rasulullah bersabda, “Setiap pagi, ketika hamba Allah bangun, ada dua malaikat yang turun ke bumi. Malaikat yang satu berdoa, ‘Ya Allah, berilah ganti (harta bagi orang yang berinfaq). Malaikat yang kedua berdoa, “Ya Allah berilah kebinasaan bagi orang yang menahan hartanya”                         (HR Muttafaq’alaih)

Hadis yang mulia ini menjelaskan keutamaan bersedekah di pagi hari yaitu setelah shalat Shubuh dilaksanakan. Baiknya bersedekah setelah shalat Shubuh itu sehingga pelakunya didoakan oleh malaikat. Mereka meminta kepada Allah Azza wa Jalla agar Dia memberikan ganti dan balasan berlipatganda kepada orang yang bersedekah di waktu-waktu tersebut. Dari manakah balasan itu? Dari jalan yang tiada pernah disangkasangka oleh manusia. Bukankah sejak kita dilahirkan, kita tidak pernah bisa mengerti sepenuhnya bagaimana sebenarnya kita bisa bertahan hidup. Sungguh, Allahlah yang telah mencukupkan rezeki untuk kita.

Orang yang bersedekah pun tiada pernah akan rugi. Dia senantiasa dikelilingi oleh berbagai macam keberuntungan. Orang yang pelit, gemar mengumpulkan harta kekayan lalu menyimpannya tanpa mau bersedekah, maka orang seperti inilah yang akan banyak menemui situasi sulit.

Maka, latihlah diri kita untuk ringan bersedekah. Setiap kali mendapatkan rezeki misalnya berupa uang, sisihkanlah sekian persen untuk sedekah. Latih terus diri kita agar semakin terbiasa. Sungguh, tidak ada yang menjadi miskin gara-gara bersedekah. Latihlah diri untuk selalu berbagi. Sekiranya perbedaan harga tidak terlalu jauh, seribu dua ribu, tidak perlulah kita adu tawar sedemikian sengit. Niatkan saja berbagi. Jika kita melihat warung yang penjualnya sudah sepuh namun apa yang didagangkannya masih layak, berbelanjalah kepadanya. Berbagilah dengannya. Karena dia pun membutuhkan pendapatan untuk makan sehari-hari, untuk membayar tagihan listrik dan air, juga untuk membayar kontrakannya, untuk memberi kepada anak atau cucunya, atau juga mungkin dia sedang menabung untuk berangkat ibadah haji. Tidak perlu kita pelit untuk berbelanja kepada orang seperti ini. Bukankah dia saudara kita juga? Bukankah dia hamba Allah Ta’ala juga?

Mutiara Kisah

Dalam salah sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra. diceritakan bahwa ada seorang laki-laki yang mendatangi Rasulullah Kemudian laki-laki itu berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling diicintai Allah? Lalu, amal apakah yang paling dicintai Allah Ta’ala?”

Rasulullah satunya menjawab, “Orang yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat buat manusia dan amal yang paling dicintai Allah adalah kebahagiaan yang engkau masukkan ke dalam diri seorang Muslim atau engkau menghilangkan suatu kesulitannya atau engkau melunasi utangnya atau engkau menghilangkan rasa laparnya. Dan sesungguhnya aku berjalan bersama seorang saudaraku untuk (menuaikan) suatu kebutuhan, itu lebih aku sukai daripada aku beritikaf di masjid iniyaitu Masjid Nabawi di Madinah-selama satu bulan. Dan barangsiapa yang menahan amarah maka Allah akan menutupi kekurangannya dan barangsiapa menahan amarahnya padahal dirinya sanggup untuk melakukannya maka Allah akan memenuhi hatinya dengan harapan pada Hari Kiamat. Dan barangsiapa yang berjalan bersama saudaranya untuk (menunaikan) suatu keperluannya sehingga tertunaikan (keperluan) itu maka Allah akan meneguhkan kakinya pada hari tidak bergemingnya kaki-kaki (Hari Perhitungan).” (HR Thabrani)

Maka, orang yang memiliki kegemaran dalam berbagi dengan sesamanya, akan merasa butuh untuk memberikan kebahagiaan kepada orang-orang di sekitarnya. Bentuknya bisa dengan sapaan hangat, ucapan salam diiringi senyuman, membantu meringankan beban, membantu melunasi utang, mengirim makanan atau pemberian-pemberian lainnya.

Nah saudaraku, terkait hal ini, ada satu kisah yang sangat layak untuk kita jadikan pelajaran dan inspirasi dalam hidup. Kisah ini berkenaan dengan seorang pakar peperangan dan shirah, Muhammad bin Umar Al-Waqidi (wafat 207 Hijriyah).

Muhammad bin Sa’ad bercerita tentang pengalamannya, “Al-Waqidi pernah melihatku sedang gundah. Dia pun berkata kepadaku, ‘Jangan gundah, karena rezeki datang dari arah yang tidak terduga?

Suatu hari aku mengalami kesulitan sampai aku harus menjual kudaku. Yahya bin Khalid menungguku dalam waktu yang lama. Aku pun meminta maaf kepadanya, sampai akhirnya dia memahami kondisiku. Dia kemudian memberiku uang 500 dinar, lalu aku membawanya pulang ke rumah. Dalam benakku uang itu akan aku gunakan untuk membayar utang dan memenuhi kebutuhan keluarga. Namun, tiba-tiba pintu rumahku diketuk oleh seorang laki-laki dari Madinah yang telah dirampok hartanya. Dia adalah salah seorang keturunan Abu Bakar Ash-Shidiq ra. Dia mengeluhkan keadaannya kepadaku. Maka, aku memberikan sisa uang itu kepadanya dan aku gagal untuk membeli kuda baru.

Yahya bin Khalid menungguku, maka aku beritahukan kepadanya apa yang telah terjadi. Maka, dia mendatangi laki-laki keturunan Abu Bakar tadi dan menanyainya. Laki-laki itu menjawab, ‘Benar, aku telah menerima dinar-dinar itu darinya. Namun, ketika aku sampai di rumah, datanglah Fulan keturunan Anshar. Dia mengadukan keadaannya kepadaku, maka aku pun memberikan dinar-dinar itu kepadanya?

Yahya mendatangi keturunan Anshar itu. Dia bertanya kepadanya, apakah laki-laki keturunan Abu Bakar itu telah memberinya uang ? Laki-laki itu pun menceritakan kejadian yang sebenarnya, dan Yahya bin Khalid takjub dengan kedermawanan kami.

Lalu, Yahya memberiku seribu dinar lagi, juga kepada laki-laki keturunan Abu Bakar dan keturunan Anshar itu dalam jumlah yang sama. Di tambah lima ratus untuk istriku, karena kesedihannya saat aku memberikan dinar-dinar itu kepada laki-laki keturunan Abu Bakar.”

Pada lain kesempatan Al-Waqidi menuturkan:

“Aku memiliki dua teman, salah seorang dari keduanya adalah AlHasyimi. Kami sangat akrab laksana satu jiwa. Suatu saat aku ditimpa kesulitan yang amat sangat, padahal hari raya led sudah dekat. Istriku berkata kepadaku, “Kita masih bisa bersabar menghadapi kesulitan dan kesengsaraan ini,namun anak-anak kita, hatiku merasa teriris karena kasihan kepada mereka. Mereka mellihat anak-anak tetangga berhias dan berpakaian bagus di hari raya, sementara anak-anak kita masih tetap dengan pakaian usang mereka. Sekiranya engkau bisa mengusahakan sesuatu, sehingga kita bisa membelikan mereka pakaian yang pantas!

Maka, aku menulis surat kepada kawanku, Al-Hasyimi. Aku meminta bantuannya. Dia pun mengirimkan kepadaku sebuah kantong bersegel. Dia menyatakan bahwa isinya uang seribu dirham. Aku belum berbuat sesuatu dengan uang itu, namun tiba-tiba kawanku yang lain menulis surat kepadaku. Dia mengeluhkan kepadaku seperti yang pernah aku keluhkan, maka kantong tersebut aku kirim kepadanya. Lalu, aku pergi ke masjid. Aku bermalam di sana, karena aku merasa tidak enak kepada istriku. Kemudian aku pulang ke rumah. Saat aku masuk menemuinya, dia menganggap baik apa yang telah aku lakukan sehingga dia tidak menyalahkanku.

Ketika dalam kondisi seperti itu, tiba-tiba datanglah temanku, AlHasyimi, dengan membawa kantong tersebut seperti sedia kala. Dia berkata kepadaku, “Katakanlah kepadaku dengan jujur, apa yang engkau lakukan terhadap uang yang telah aku kirim kepadamu?” Maka, aku pun menceritakan apa yang telah terjadi.

Dia berkata, “Engkau mengirim surat kepadaku meminta bantuanku. Aku tidak mempunyai sesuatu pun, selain apa yang aku kirim kepadamu. Dan, aku menulis surat kepada teman kita untuk meminta bantuan, maka dia pun mengirimkan kantongku ini masih dengan segelnya.”

Al-Waqidi berkata, “Maka, kami memakai seribu dirham itu secara bersama-sama. Kami membaginya menjadi tiga, setelah kami menyisihkan seratus dirham untuk istriku. Berita ini sampai ke telinga Khalifah AlMakmun. Dia memanggilku, lalu aku pun menjelaskan kejadian sebenarnya. Khalifah pun memberi kami 7000 dinar. Masing-masing dari kami mendapat 2000 dinar, dan 1000 dinar untuk istriku” (Dahsyatnya Kesabaran Para Ulama, Syaikh Abdul Fatah, Zam-Zam Mata Air Ilmu, 2008)

Tips Meneladani Al-Karim

  • Mohonlah selalu kepada Allah Al-Karîm agar Dia berkenan memberi kita curahan kemuliaan dan kemurahan-Nya setiap saat, lalu gerakkan seluruh bagian tubuh kita sesuai dengan perintah-Nya.
  • Berupayalah untuk menjadi sosok dermawan dan menghiasinya dengan akhlak mulia.
  • Pahamilah keutamaan menjadi seorang ahli bersedekah yang berakhlak mulia, lalu bandingkan pula dengan kerugian yang akan diperoleh apabila kita menjadi seorang bakhil lagi berakhlak buruk.
  • Tiada hari tanpa sedekah, baik dalam keadaan lapang ataupun sempit, dengan apapun yang kita punya.
  • Jadilah orang yang bahagia dan sejahtera dengan berusaha membahagiakan orang lain dan membantu mereka menggapai kesejahteraan lahir batin.
  • Banyak-banyaklah membaca dan menelaah kisah para nabi, sahabat, dan orang-orang saleh atau berakhlak mulia di sepanjang zaman. Dengan banyak membacanya, kita akan termotivasi untuk bisa mengikuti jejak keteladanan mereka.


Doa

Yayasan Bina Amal Semarang

Add a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *