Pada sekitar tahun 1998 di Desa Doplang, Bawen, Kabupaten Semarang, hiduplah seorang Kyai tersohor yang disegani masyarakat akan wawasannya yang luas serta akhlaqnya yang baik. Kyai itu bernama Kyai Maman Gunawan. Kyai Maman memiliki sebuah pesantren kecil tempat ia mengajar, warga sekitar juga seringkali datang ke pesantren tersebut untuk sekadar meminta nasihat.
Suatu hari sekelompok besar preman terdiri dari dua puluh orang datang dan mengusik ketenangan di desa tersebut, mereka sering memalak anak-anak, mengganggu wanita yang lewat, serta menyerang orang tak bersalah. Masa-masa itu sedang terjadi kekacauan dimana-mana jadi percuma jika mereka melapor ke polisi, ditambah kawasan mereka yang berada dipinggiran membuat polisi abai terhadap laporan mereka.
Disaat para warga hendak menyerang sekelompok preman itu tiba-tiba datanglah Kyai Maman dan langsung menahan mereka, kemudian Kyai Maman berkata, “Janganlah kekerasan dibalas kekerasan, hal itu tidak akan memiliki akhir”.
“Lantas apa yang harus kita lakukan Pak Kyai, mereka sudah banyak kerusuhan dan sudah sepantasnya mereka dibalas ?” Tanya salah seorang warga.
Kyai Maman berfikir sejenak, kemudian berkata, “Mari kita berbicara terlebih dahulu pada mereka, kita cari tahu alasan mengapa mereka berbuat rusuh.”
Para warga pun menyetujui ucapan Kyai Maman. Mereka mendatangi tempat berkumpulnya para preman yaitu di sebuah gapura terbengkalai.
“Assalamualaikum wahai Dezek” ucap Kyai Maman kepada salah seorang preman tersebut.
Dezek pun membalas, “Wih ngapain kakek tua bangka ke sini? nyari mati?”
“Heh! Jangan kurang ajar kamu Dezek!” Ancam salah seorang warga yang marah.
“Tenang sabar dulu”, ucap Kyai Maman.
Kyai Maman kembali tersenyum pada preman-preman itu, ”Kalian sedang apa?” Kyai Maman berusaha ramah.
“Terserah kita lah mau ngapain”, balas salah seorang preman.
“Baiklah, saya ada tawaran menarik, kalian semua pada nggak punya kerja kan?” Tanya Kyai Maman.
“Dih, Kyai apaan kok senengane menghina orang”, cibir Dezek. Lalu teman-temannya tertawa terbahak-bahak.
“Begini Bro, agar kalian bisa mendapatkan uang mau nggak dengerin saya?” Mendengar ucapan Kyai Maman para preman yang sedari tadi sibuk dengan perjudian akhirnya menghentikan aktivitasnya.
Sebagian besar dari mereka berpikir untuk menyetujui apapun yang diberikan oleh Kyai Maman karena umur mereka yang semakin dewasa dan memerlukan lebih banyak uang untuk kehidupan.
“Pak Kyai mau ngasih kerja apa ke preman-preman ini?” Bisik salah seorang warga padanya.
Sebagai balasan Kyai Maman hanya mengedipkan kelopak mata kiri, “Bagaimana? Mau nggak dapat kerja?” Kyai Maman kembali bertanya.
Beberapa dari mereka mengangguk, “Apa yang mau kau tawarkan Kyai? sekarang negara ini sedang kesulitan, mungkinkah kami dapat kerja?” Tanya salah seorang preman kurang yakin.
“Tentu saja bisa, begini kami para warga memerlukan dua hal yaitu keamanan dan buruh tani.” Kata Kyai Maman.
Beberapa warga yang menemani Kyai Mamanpun mengangguk-angguk karena memang dua hal itulah yang mereka perlukan saat ini.
“Tapi saya akan mengajukan tiga syarat, pertama, kalian dilarang untuk mengkonsumsi alkohol di area warga, kedua kalian dilarang mengganggu warga, dan yang terakhir, kalian wajib mengikuti sholat wajib lima waktu”, tambah Kyai Maman.
Para preman merasa keberatan dengan syarat terakhir.
“Ayolah, kalian hanya sholat lima kali saja, bukankah kalian tidak ada kerjaan, hanya meluangkan waktu sebentar untuk sholat?” Jawab Kyai Maman.
Karena mereka ingin segera mendapatkan pekerjaan akhirnya para preman itu setuju.
Awalnya, sangat susah mengubah perilaku mereka, namun Kyai Maman dan para warga dengan sabar terus menuntun mereka menuju kebaikan.
Setelah 3 tahun bersabar, akhirnya preman-preman tersebut sudah banyak berubah, bahkan 3 preman memutuskan untuk melanjutkan kuliah lalu mengajar di desa tersebut. Ini semua adalah hasil dari kesabaran Kyai Maman, juga pertolongan Allah SWT.